MANADO, LensaSulut.com – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Sulawesi Utara menegaskan tidak pernah terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaan biaya lokal jemaah haji tahun 2025. Penegasan itu disampaikan Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Wahyuddin Ukoli, menanggapi laporan LSM Rakyat Anti Korupsi (RAKO) ke Polda Sulut terkait dugaan praktik korupsi dana tersebut.
Menurut Wahyuddin, laporan yang dilayangkan LSM RAKO sejatinya berkaitan dengan hal yang saat ini masih dalam proses sengketa di Komisi Informasi Publik (KIP) Sulut, yaitu soal keterbukaan data biaya lokal haji.
“Proses di KIP masih berjalan. Kami sangat menyayangkan adanya laporan ke Polda, karena ini menunjukkan LSM RAKO tidak menghormati mekanisme hukum yang sedang berlangsung,” ujarnya, Rabu (15/10/2025)
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya baru mengetahui adanya laporan tersebut dari pemberitaan media, tanpa ada konfirmasi langsung kepada pejabat terkait di Kanwil Kemenag Sulut.
“Pemberitaan tersebut dicurigai sebagai upaya menggiring opini negatif terhadap Kemenag Sulut dan ini sering terjadi. Kami pastikan tidak ada penyalahgunaan dalam pengelolaan biaya lokal untuk jemaah haji Sulut. Sebagai warga negara yang taat hukum, kami siap memberikan keterangan kapan pun diminta aparat penegak hukum,” tegas Wahyuddin.
Wahyuddin menambahkan, tudingan adanya korupsi dalam pengelolaan biaya lokal haji tidak berdasar. Ia menjelaskan, biaya lokal haji diatur dalam Undang-Undang Nomor 8, yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
“Biaya dari daerah asal ke embarkasi Balikpapan dan sebaliknya dari debarkasi ke daerah asal memang dibebankan kepada pemerintah daerah. Tahun 2024 sudah dibuat perda, namun karena disahkan pada Desember 2024, belum bisa diterapkan untuk musim haji tahun itu,” terangnya.
Ia menambahkan, untuk tahun 2025, skema pembiayaan masih sama karena alasan efisiensi anggaran di pemerintah provinsi. “Meski begitu, kami bersyukur Pemprov Sulut tetap memberikan dukungan dalam bentuk tali kasih yang diserahkan langsung kepada jemaah haji,” jelasnya.
Wahyuddin juga menepis tudingan kurangnya transparansi dalam pembahasan biaya lokal. “Semua pembahasan dilakukan terbuka melalui rapat bersama yang dihadiri DPRD Sulut, perwakilan jemaah, stakeholder terkait, hingga media massa. Jadi kalau disebut tidak transparan, di mana letak ketidaktransparannya? Semua terbuka dan bisa diakses publik,” ujarnya menegaskan.
Ia menutup dengan menyatakan, Kanwil Kemenag Sulut akan tetap kooperatif dan siap memberikan penjelasan jika diminta oleh aparat penegak hukum.
(jea)