Oleh : Fuad P. Kadir
Perencana Pertama Kanwil Kemenag Sulut
Penyuluh Agama Islam baik PNS maupun Non PNS sangat berperan penting dalam menunjang tugas dan fungsi Kementerian Agama. Sebagai penambah daya gedor sosialisasi produk halal pada Satuan Tugas Layanan Halal di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara sehingga dapat mengerahkan penyuluh agama Islam sampai pada tingkatan Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini karena penyuluh sebagai pihak yang langsung berhadapan dengan masyarakat, sehingga penyuluh merupakan leading sektor kegiatan sosialisasi, termasuk produk halal.
Kewajiban untuk mengonsumsi produk halal sudah semakin disadari para konsumen muslim karena akan sangat berpengaruh pada sikap mental pribadi seseorang. Dengan sadarnya masyarakat akan makanan halal diharapkan bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan konsumsi produk halal, maka jelas efek positifnya bisa dirasakan. Kerukukunan dan kebersamaan pun akan semakin kental sehingga gesekan juga semakin minim. Hal inilah yang menjadi tujuan kita bersama untuk menciptakan kualitas kerukunan dan toleransi umat beragama. Karena itu, kesadaran konsumsi produk halal harus terus digencarkan.
Sadar akan makanan halal merupakan hal yang sangat penting, terutama bagi muslim. Sehingga sosialisasi produk halal sebagai kegiatan vital bagi umat muslim untuk memilah mana yang halal dan mana yang haram. Untuk itu, para pengusaha supaya segara mensertifikatkan produknya karena masalah produk halal benar-benar diperhatikan.
Para pengusaha produk makanan dan rumah potong hewan harus diajak untuk benar-benar memastikan kehalalan produk sebelum dipasarkan. Memastikan agar produk yang dipasarkan benar-benar bersih, halal dan terhindar dari bahan-bahan yang tidak halal. Kedepannya, diharapkan agar masyarakat berhati-hati dalam mengonsumsi karena banyak produk dari luar seperti makanan yang tidak memiliki label halal begitu halnya kosmetik. Untuk itu masalah produk halal ini diterapkan mulai dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Masalah halal ini dikatakan sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia.
Merintis bisnis yang menghasilkan produk, berupa barang atau jasa tidak boleh sembarangan. Salah satunya wajib bersertifikasi halal. Ini adalah amanat Undang-undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Mengurus sertifikat halal tak lagi di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kini, label halal untuk semua produk diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) RI.
Tertuang di Pasal 4 UU No. 33/2014. Bunyinya, “produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.” Produk ini dikelompokkan menjadi 2 kategori; 1. Barang yaitu Makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik dan barang yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat. 2. Jasa Penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian. Detail produk di atas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 33/2014 tentang JPH. Seluruh produk ini harus melalui proses sertifikasi halal. Jangan sampai pelaku usaha seenaknya menuliskan label halal. Sertifikat dan label halal punya pengertian yang berbeda. Label halal adalah tanda kehalalan suatu produk.
Sedangkan sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan MUI. Jika sertifikat dan fatwa halal sudah dikantongi, berarti produk Anda masuk kategori produk halal. Yakni produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
Jangan keliru! Pelaku usaha dapat membuat sertifikat dan label halal di BPJPH Kemenag mulai 17 Oktober lalu. Kewenangan penerbitan bukan lagi di tangan MUI. Lembaga tersebut hanya bertindak menerbitkan fatwa halal dan menerbitkan sertifikat auditor halal.
Tugas BPJPH selain menerbitkan sertifikat dan label halal produk, adalah mencabut keduanya. Melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri, melakukan akreditasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan masih banyak lainnya. Nah sejak diambilalih BPJPH Kemenag, sertifikasi halal sifatnya jadi wajib. Bukan lagi sukarela. Ada batas waktu bagi pelaku usaha untuk mengajukan proses sertifikat halal. (*)