Penulis: Mulya Cahyani Dama & Ratri Ayu Elyasari
(Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
SOLO, LensaSulut.com – Di era digital saat ini, kemajuan teknologi informasi berkembang sangat pesat. Harapannya, kemajuan ini mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat manusia, terutama karena kemudahannya dalam memfasilitasi komunikasi lintas ruang dan waktu. Salah satu bukti nyatanya adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan siapa pun, di mana pun, melalui media sosial.
Media sosial kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, termasuk anak-anak. Sebagai platform berbagi informasi dan sarana interaksi sosial, media sosial membawa banyak manfaat. Namun, di balik itu, tersimpan ancaman serius, salah satunya adalah maraknya kasus cyberbullying.
Cyberbullying adalah tindakan menyakiti atau merundung orang lain melalui internet atau media digital. Bentuknya bisa berupa komentar jahat di media sosial, penyebaran informasi pribadi tanpa izin, pesan ejekan, hingga upaya mempermalukan korban secara psikologis. Meski terjadi di dunia maya, dampaknya sangat nyata: dari ketakutan, stres, hingga gangguan kesehatan mental.
Menurut Willard (2005), cyberbullying dapat diklasifikasikan ke dalam tujuh jenis utama:
- Flaming – serangan verbal dengan kata-kata kasar;
- Harassment – ancaman atau ejekan berulang kali;
- Denigration – penyebaran informasi palsu untuk merusak reputasi;
- Impersonation – menyamar sebagai korban untuk menyebarkan konten negatif;
- Outing and Trickery – menyebarkan rahasia pribadi atau memanipulasi korban;
- Exclusion – mengucilkan seseorang dari grup online;
- Cyberstalking – mengawasi dan mengganggu korban secara intens.
Maraknya fenomena ini menunjukkan pentingnya pembentukan karakter generasi muda yang kuat dan berlandaskan nilai moral. Di sinilah peran penting Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses pembelajaran yang bertujuan menanamkan nilai-nilai kebangsaan, membentuk karakter cinta tanah air, serta menumbuhkan rasa nasionalisme. Melalui pendidikan ini, peserta didik diperkenalkan pada sejarah, budaya, dan identitas bangsa sebagai fondasi dalam membangun rasa bangga dan tanggung jawab terhadap negara.
Secara umum, pendidikan kewarganegaraan memberikan pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta mendorong partisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa. Nilai-nilai seperti toleransi, gotong royong, dan rasa hormat terhadap sesama juga diajarkan, sehingga mampu membentuk etika dalam bermedia sosial.
Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar dalam membentuk perilaku positif di dunia digital. Dengan membiasakan sikap saling menghargai, bertanggung jawab, dan empati, generasi muda akan lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Mereka juga dibekali pemahaman tentang konsekuensi hukum dari tindakan cyberbullying, sehingga menyadari bahwa perilaku tersebut tidak hanya berdampak emosional, tetapi juga berimplikasi hukum.
Peran guru dan pendidik sangat penting dalam proses ini. Mereka diharapkan dapat mengembangkan metode pengajaran yang relevan dengan zaman, misalnya melalui proyek pembuatan konten edukatif di media sosial atau pelibatan peserta didik dalam kampanye anti-cyberbullying.
Namun, upaya pencegahan cyberbullying tidak cukup hanya dengan pendekatan edukatif. Kolaborasi lintas sektor dengan pemerintah dan organisasi masyarakat sangat diperlukan karena masalah ini bersifat kompleks. Selain itu, platform media sosial juga harus menyediakan fitur pelaporan yang efektif dan membatasi penyebaran ujaran kebencian.
Kemajuan teknologi kerap menimbulkan tantangan baru dalam pembentukan karakter anak. Anak-anak yang tumbuh di era digital lebih akrab dengan perangkat elektronik daripada nilai-nilai sosial. Tanpa bimbingan moral, mereka bisa terjebak dalam kebebasan digital yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, literasi digital perlu diintegrasikan dengan pendidikan karakter dan kewarganegaraan secara menyeluruh.
Masa depan bangsa bergantung pada kualitas generasi mudanya. Bila mereka tumbuh dalam lingkungan digital yang penuh kekerasan verbal dan ujaran kebencian, maka berpotensi muncul masyarakat yang miskin empati dan mudah terprovokasi. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat yang sehat, adil, dan manusiawi sejak dini.
Pendidikan Kewarganegaraan hadir bukan hanya untuk mengajarkan teori negara, hukum, dan demokrasi, tetapi juga untuk menginternalisasi nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, persatuan, dan toleransi. Nilai-nilai inilah yang menjadi landasan dalam menyaring informasi dan membentuk perilaku positif di dunia maya.
(*/Dath)