JAKARTA lensasulut.com – Bupati Bolaang Mongondow Timur Sehan Landjar SH, memimpin sedikitnya 1.600 massa dari 173 daerah se Indonesia melakukan aksi menyuarakan tuntutan pemekaran daerah di Istana Negara, Senin (24/9).
Massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Nasional Percepatan Pemekaran Calon Daerah Otonomi Baru (Forkonas PP CDOB) bergerak sekitar pukul 14.00 menuju Istana usai melakukan audiensi dengan pimpinan DPD RI di gedung Nusantara V.
Dalam orasinya Bupati meminta pemerintah dalam hal ini Presiden untuk mencabut moratorium dan segera menetapkan peraturan Pemerintah (PP) tentang penataan daerah (Detada) dan PP tentang Desain Besar Penataan Daerah sesuai amanat undang-undang 23 tahun 2014.
“Kami warga bangsa yang berhimpun dalam Forkonas PP CDOB seluruh Indonesia mendesak pemerintah RI segera mengakomodir dan menyetujui pembahasan calon daerah persiapan pada tahun 2018 dan secara bertahap dapat direalisasikan menjadi daerah persiapan mulai tahun 2019,” ujarnya.
Sehan mengungkapkan, apabila pemerintah tidak mengindahkan tuntutan itu sampai 31 Oktober 2018, pihaknya akan melakukan aksi-aksi secara masif, tegas dan keras di seluruh Indonesia. “Ini adalah awal, sekedar peringatan kecil kepada pemerintah. Kami tidak akan berhenti,” sebut Sehan.
Ditegaskannya, apabila tidak ada sikap positif dari pemerintah sampai batas waktu yang ditentukan, pihaknya akan melakuka pergerakan yang lebih besar.
“Kita lakukan 3 gerakan besar. Pertama, gerakan hari ini, kedua akan kita jadwalkan bulan depan dan gerakan ketiga adalah pada 17 april 2019 (Pilpres),” tuturnya.
Lebih jauh, Bupati menyebut aksi Forkonas PP CDOB hanya mengiginkan dua tanda tangan presiden pada PP yang Sudah 2 tahun didiamkan wakil presiden selaku Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
“Presiden harus berani mengambil kebijakan untuk menetapkan 2 PP itu karena kita hanya akan berhenti klau 2 PP itu ditandatangani oleh presiden,” kata Sehan.
Sementara, salah satu peserta aksi perwakilan Bolmong Raya Deny Mokodompit menambahkan, alasan keuangan negara yang menyebabkan pemerintah melakukan moratorium adalah tidak tepat. Pasalnya, justru pada awal orde reformasi saat negara sedang mengalami krisis ekonomi lebih dari 100 DOB diresmikan pemerintah dan sampai saat ini tdk ada satupun daerah baru hasil pemekaran itu yang mengalami kesulitan.
“Oleh Karena itu, alasan pemerintah tentang keuangan negara saat ini Saya katakan tidak benar. sehingga itu kami desak pemerintah segera memekarkan daerah karena kondisi keuangan saat ini dalam keadaan stabil,” terangnya. (rey)