MANADO LensaSulut.com — Prihatin dengan ulah FR oknum pimpinan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Sulut, sejumlah guru yang tergabung dalam organisasi tersebut melakukan pertemuan. Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan di Manado, terungkap rentetan permasalahan yang melilit tubuh IGI Sulut diduga akibat arogansi FR.
Selain itu mereka juga menilai integritas dan kredibilitas FR dalam memimpin IGI Sulut juga diragukan mentalnya terkait masalah keuangan. Saat diwawancarai soal kebenaran dari isi press rilis, FW sebagai saksi membenarkan semua ulah FR. Bahkan menurutnya orientasi FR hanyalah mendapatkan uang dan keuntungan pribadi dari organisasi ini. Seperti tertuang dalam press rilis yang diterima redaksi media ini, Selasa (8/10/2019).
A. SK Reshuffle 2 cacat administrasi ( FR secara langsung menunjuk dan mengangkat dirinya sendiri serta pengurus inti lainnya tanpa Musda IGI Wilayah Sulut, tanpa berita acara Musda, dan tanpa saksi dalam Musda).
B. Masalah Drone yang dijanjikan untuk 11 sekolah di Kabupaten Sangihe saat pelaksanaan Kegiatan sosialisasi Drone pada tanggal 18 Mei 2018 dari IGI Wilayah Sulut kerjasama dengan PT ACI, sampai hari ini tidak terealisasi.
C. Bahwa kegiatan sosialisasi dalam bentuk pelatihan dan perekrutan Anggota IGI di 3 kabupaten, yakni Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) dan Minahasa Tenggara (Mitra), TIDAK BERDAMPAK SIGNIFIKAN dan KONTRIBUTIF bahkan sangat merugikan Guru di Sulut.
D. Permintaan PP IGI untuk membuat laporan pertanggungjawaban 307 KTA dengan total pendaftaran Rp.15.657.000 (lima belas juta enam ratus lima puluh tujuh ribu rupiah) yang harus diketahui oleh Sekretaris dan Bendahara dan FW sebagai saksi, TIDAK diindahkan oleh FR sejak bulan Februari 2019 hingga saat ini.
E. Dampak transparansi kegiatan yang abstraksionisme dari FR di 3 kabupaten tersebut di atas, rentang 5 Oktober 2018 hingga Desember 2018 mengakibatkan:
1). Penerbitan KTA di Daerah Minsel, Bolsel dan Mitra plus Manado berjumlah 401 TIDAK TEREALISASI (sementara uang pendaftaran offline setiap peserta Rp.51.000 sudah langsung total dibayarkan ke FR di setiap akhir kegiatan).
– Minsel 326 KTA
– Bolsel 54 KTA
– Mitra 20 KTA
– Manado 1 KTA
2). TIDAK TEREALISASINYA SERTIFIKAT:
– 150 Guru se Kabupaten Bolsel (5 Oktober 2018).
– 19 SERTIFIKAT PELATDA Menemu~Baling (Minsel, 19-20 Oktober 2018).
– 30 Guru SMPN 1 Ratahan, (Mitra, 6 November 2018).
– 600 Guru se Kabupaten Minsel (Minsel, 28-29 November 2018).
– 20 Guru SMK/SMA/SMP Mitra (Mitra, 6-7 Desember 2018).
– Total Sertifikat: 819. ini belum termasuk berbagai kegiatan pelatihan lainnya yang dilakukan FR dengan oknum yang bukan Guru/Pelatih IGI.
3). Melakukan PUNGUTAN berkedok pembelian seragam/atribut IGI kepada 5 guru di Bolsel @Rp.150.000 tgl 5 Oktober 2018 hingga kini belum terealisasi. Total Rp.750.000.
4). Perbuatan TIRANI terhadap 2 anggota IGI yang “ditunjuknya” secara lisan sebagai KETDA Minsel a.n: FW dan KETKOT Manado a.n: SK “diberhentikan” sepihak oleh FR tanpa alasan yang jelas.
5). Perbuatan SARA yang menghendaki agar KETDA/KETKOT di 15 Kabupaten/Kota di Sulut HARUS BERAGAMA KRISTEN.
– Bukti diantaranya; Hasil Musyawarah IGI Kabupaten Sangihe adalah Ibu Siti Aminah (Muslim) tapi FR menghendaki anggota IGI lainnya yg beragama Kristen. Oleh sir Jevery Paat pada waktu itu juga yg di-SK-kan PP sbg Caretaker SECARA TEGAS MENOLAK kehendak FR.
– Bukti lainnya; ketika sosialisasi di Minsel dan Bolsel, Ibu FW menyarankannya agar menunjuk Caretaker di Bolsel dan Minsel guna persiapan pembentukan pengurus namun hal serupa juga disampaikan langsung kepada Ibu FW, bahwa Ketda/Ketwil di Wilayah Sulut harus Kristen.
6). Sikap OTORITER dan TEMPERAMENTAL FR.
Anggota IGI apabila tidak sepaham dengannya,
pasti dengan mudahnya diganti dari posisi kepengurusan, meski sebenarnya dalam struktur kepengurusannya juga TIDAK BERES.
7). Sikap FR yang suka PHP (Pemberi Harapan Palsu) dan suka memanfaatkan anggota. Sering memanfaat anggota IGI dengan menjanjikan jabatan dalam kepengurusan Wilayah. Jika yang diinginkannya tidak kesampaian, kesal, FR pergi lagi ke anggota yang lain dan menjelekkan yang sebelumnya dan menjanjikan lagi jabatan pada anggota yang dituju.
8). Tidak memaksimalkan tupoksi Bendahara tapi justru semua keuangan dipegang langsung oleh FT.
9). Cenderung menjadikan saudara sebagai pengurus. Misalnya, Sekretaris Wilayah (FL), calon Sekretaris Minsel (VT) dan calon Bendahara Minsel.
Semuanya berujung pada kepengurusan yang tidak beres, karena cenderung harus mengikuti kemauan FR.
10). Sejak November 2018 hingga Februari 2019 FR menghendaki agar IGI Minsel harus mengganti uang Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dengan alasan uang dari suaminya dipakai selama operasional. Kendati ada saksi Ibu FW yang sangat tahu bahwa selama perjalanan bersama dengan FR hanya uang Rp.100.000 (seratus ribu rupiah) yg diambil dari suaminya ketika menuju Mitra.
– Jika uang Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) tidak dikembalikan, maka KTA tidak akan pernah dibuatnya/tidak boleh dikeluarkan (mengancam).
11). Melakukan PEMBOHONGAN sekaligus PEMBODOHAN publik dengan memberikan penghargaan sebagai “penggerak literasi” kepada 43 guru pada kegiatan Upacara Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2019 di lapangan kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Utara, ¹)TANPA legitimasi yg jelas seperti penomoran surat keluar hingga penandatangan yang semestinya, ²)tanpa dimusyawarahkan/tanpa penyamaan persepsi bersama pengurus, ³)sebagian besar penerima tanpa pergerakan literasi di lapangan, bahkan yang lain baru saja menulis sudah diberi penghargaan. Kepada suaminya pun satu-satunya peserta yang bukan guru bahkan bukan siapa-siapa di organisasi IGI diberikan piagam penghargaan oleh FR istrinya.
12). Saat rapat Pengurus IGI, tanggal 10 Juli 2019 TIDAK ADA PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN dan Struktur Keorganisasian yang jelas serta menghadirkan oknum yang BUKAN pengurus dan apalagi BUKAN ANGGOTA IGI, yaitu suaminya.
13). Dalam rapat tertanggal 10 Juli 2019 menghadirkan personil (suami FR) yg bukan guru/bukan anggota IGI dengan alasan sebagai “penasehat IGI Wilayah”, kendati kalau dalam SK Reshuffle 2 TIDAK terdapat nama suaminya dalam struktur organisasi.
14). Penggunaan ATRIBUT IGI (seragam putih) oleh yang BUKAN anggota IGI. Oknumnya menggunakan seragam putih, ke mana saja saat kami melatih.
15). (Kecuali yang di Bolsel) FR selalu mengikutsertakan SUAMInya di setiap pelatihan (berkedok membantu) untuk MELATIH kendati tidak memiliki legalitas sebagai “Pelatih IGI”.
16). Suami FR, terlalu ikut campur urusan Organisasi IGI di Sulawesi Utara, contoh; suaminya mendesak FW agar bendahara IGI Kabupaten Minahasa Selatan harus ambil saudara mereka yang guru di SDN agar kalau minta uang ke bendahara bisa dengan mudah, jangan yang saya percayakan waktu itu yakni menurut mereka vokal.
17). FR meminta Ibu FW, bahwa setiap kali membuat kegiatan di Minahasa Selatan harus memberinya uang hasil kegiatan.
18). FR juga meminta, bahwa untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya di Minahasa Selatan, hanya beliau yang bisa memberikan pelatihan di sekolah-sekolah besar, Pelatih Pusat yang ada di daerah tidak boleh.
19). Grup WA.
– FR membuat grup WA: grup Pengurus IGI Sulut dan grup IGI Wilayah Sulut.
– Admin dalam grup Pengurus IGI Sulut hanya FR dan saudaranya VT (calon Sekretaris IGI Minsel). Belakangan baru jadikan Ibu JM (bendahara wilayah) sebagai admin.
– Sebelumnya tanpa alasan yang jelas, FR mengeluarkan Ibu FW dari grup IGI Wilayah Sulut tanggal 17 Maret 2019.
– Tanggal 17 Juli 2019, FR mengubah setelan grup hanya admin.
– Di tanggal yang sama 17 Juli 2019, FR membuat grup “Pengurus IGI Sulut” yang baru namun tidak lagi memasukkan Ibu FW di dalamnya.
– Anggota dalam grup yang baru adalah yang bisa diaturnya dan dianggapnya tidak akan berani mengkritisinya.
– Intinya, siapa yang berani mengkritisinya, pasti akan dikeluarkan dari grup.
20). Persiapan Perpusnas Expo dan GESS 2019.
– Tidak fleksibel dalam memperjuangkan hak guru, seperti Surat Izin dari Dikda Provinsi bagi guru-guru SMA/SMK sederajat untuk mengikuti giat Perpusnas Expo dan GESS. Setidaknya semua guru SMA/SMK sederajat Sulut yang terdaftar pada 1000 Penulis diusulkan semua, bukan hanya guru-guru tertentu saja.
– Pungli dalam penerbitan buku bagi guru-guru pemula untuk diterbitkan bukunya. 1 buku antologi dari 4 guru harganya Rp.3.000.000. Masing-masing guru tsb membayar ke FR Rp.750.000. Dan masing-masing guru hanya mendapat 2 eksemplar buku. (menurut laporan/pengeluhan dari salah satu kontributor antologi, HU & salah satu kontributor; JR menurut hasil invertigasi kami.)
– Ini kejadian serupa dialami oleh teman-teman guru dari Sulut di tahun 2018 saat mengikuti GESS. Mereka sudah membayar penerbitan buku untuk 100 eksemplar kepada FR tapi yg dicetak hanya 30 eksemplar. (Sempat heboh di grup Sagusaku, karena FR dikejar hutang belum lunasi pencetakan buku pada penerbit N dari Gorontalo). Masing-masing guru nyaris tidak dapat 1 eksemplar pun jika mereka tidak mengejarnya, bahkan hingga kini Ibu JM yang juga berkontribusi dalam antologi tersebut tidak dapat buku kendati sudah membayar kurang lebih Rp.1.000.000 untuk penerbitan.
FR selaku Ketua IGI Sulut saat dikonfirmasi di sekolah tempatnya mengajar, menanggapi dingin soal tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Kata dia, tindakan yang menyudutkan dirinya sudah berulang kali dilakukan oleh orang-orang yang sama. “Sebenarnya ini masalah internal dan dinamika berorganisasi adalah hal yang biasa terjadi. Tapi harusnya ini dibahas di internal, bukan menggembar-gemborkan ke luar,” ujar FR.
Dia pun mengaku tak akan menanggapi persoalan yang tak jelas pangkal masalahnya. “Saya tak akan menanggapi, biarlah saya fokus besarkan IGI Sulut. Dinamika ini buat saya adalah penyemangat dan menjadi motivasi untuk terus bekerja,” imbuhnya. (jea)