MANADO LensaSulut.com – Sidang Putusan perkara pidana terkait penyerobotan lahan yang terletak di kelurahan Malalayang 1 lingkungan 5, Kecamatan Malalayang, kota Manado, Selasa 19/1/2021 yang di pimpin oleh hakim ketua Djamaluddin Ismail SH.MH dengan terdakwa Nonjte None di ruang sidang Prof. H.M Hatta PN Manado, terpaksa ditunda sampai pada 26 Januari minggu depan.
Dari Penjelasan penundaan sidang putusan ini karena laptop yang digunakan oleh panitera mengalami kerusakan teknis, sehingga hakim ketua mengetok palu untuk penundaan sidang tersebut.
Terkait hal ini terdakwa Nontje None melalui ketua tim kuasa hukumnya Fahmi Oksan Awulle,SH yang selaku juga presiden direktur Fahmi Awulle & Partners merasa kecewa.
“Makanya secara manusiawi kita sangat kecewa kepada pihak pengadilan yang dimanahkan sebagai hakim atas setiap manusia sedang berpekara tidak bisa komitmen sesuai dengan harapan kami. mereka yang menjadwalkan hari ini, tetapi ditunda kembali sampai minggu depan.” ungkap Fahmi yang di dampingi Direktur Fahmi & Partners Irfan Iskandar SH bersama tim kuasa hukum lainnya Febriansyah SH, Marshal Tambayong SH, Cori Sofiani Sengkey SH,Hairullah M Nur SH, Refly Somba SH dan juga terdakwa kepada sejumlah awak media.
“perlu teman-teman media ketahui bahwa kasus penyeborotan ini tidak sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya. Kenapa, karena yang di laporkan ini adalah termasuk pemilik lahan tersebut. dan dari pihak pelapor itu melaporkan pihak terlapor dengan pasal yang sama, orang yang sama, objek yang sama. anehnya lagi ada dua sertifikat di dalam satu lahan yaitu sertifikat HGB dan SHM atas nama pelapor Wempi Umboh, dan lebih hebatnya lagi, intimidasi pun terjadi di lahan tersebut oleh onkum oknum tertentu terhadap terdakwa, oleh karena itu kami melawan keras praktek praktek seperti ini,”tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan “Tolong teman teman media kawal kasus ini demi keadilan, apakah pengadilan ini bisa berperan adil atau tidak terhadap yang dilaporkan, jangan zolimi orang yang tak berdaya dan dalam kasus ini juga ada intimidasi dari pihak oknum atau dari pihak pengacara yang terjadi,”pungkasnya.
“Kita tinggal berdoa kepada Allah, agar hakim majelis ini bisa bijak menentukan keputusan nya”.
Sementara itu Direktur Fahmi & Partners Irfan Iskandar SH.Mempertanyakan perkara satu objek adanya dua surat.
Dirinya menambahkan, secara hukum sertifikat ataupun penerbitan itu tidak pernah terbit tanpa adanya alat pendukungnya, sertifikat itu hanyalah pencatatan hak, tapi yang dicatat adalah perolehan haknya.
“Klien kami adalah pemilik hak yang tercatat dilembaga adat dan di kelurahan sesuai dengan versil 89 polio 30 register A tahun 1926 dengan luas kurang lebih 2,6HA atas nama orang tua dari terdakwa Adolf Tombaga (alm) dan diakui kebenarannya sehingga timbul sertifikat diatas objek itu. Sehingga kita patut bertanya darimana objek itu bisa timbul tapi justru klien kami yang dilaporkan,”sesalnya.
“Dia mau masuk ke tanah dia sendiri dan memiliki hak dari lembaga adat dan belum pernah dialihkan satu meterpun juga. Ternyata timbul sertifikat lainnya, kalau kita berbicara sertifikat sebagai anak dia ada bapak ibunya, darimana bapak ibunya sementara register nya belum pernah dijual,” pungkasnya.
Diketahui dalam sidang putusan pihak pelapor tidak hadir dari awal mulai sidang sampai tutupnya sidang.
(Iqbal)