MANADO lensasulut.com — Bencana tanah longsor di lokasi tambang tanpa izin (tambang ilegal) di Desa Bakan, Kabupaten Bolmong, membuka mata pemerintah dan petugas kepolisian. Musibah yang terjadi Selasa (26/2) malam ini langsung menelan korban jiwa 8 penambang.
Insiden ini diakibatkan ulah para oknum yang tidak mengindahkan himbauan pemerintah provinsi dan aparat kepolisian. Bahkan aktivitas penambangan ilegal di lokasi ini telah berulang kali ditertibkan. Karena selain tak memiliki izin, para oknum pengusaha Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di lokasi tersebut pun tak mempedulikan keselamatan nyawa para penambang yang dipekerjakan.
PT JRBM, satu-satunya perusahaan tambang legal di Bolmong, merasa cemas, lantaran lokasi bencana berada di kawasan konsensi PT JRBM. Lahan yang ditambang secara ilegal adalah areal penggunaan lahan (APL).
“Wilayah yang dijadikan sebagai lokasi penambangan tanpa izin berada di wilayah konsesi PT JRBM, namun lokasi longsor di luar di site operasi JRBM dan tanahnya masih milik perorangan,” kata Direktur PT J Resources Asia Pasifik Tbk PSAB Edi Permadi kepada koran ini (28/2) kemarin.
Edi mengaku terpukul dengan korban longsor di lokasi PETI yang jauh dari area operasi. Bencana yang menimpa delapan warga sangat menyentuh mereka.
“Kami manajemen dan segenap PSAB menyampaikan turut berduka cita atas korban longsor di lokasi penambangan tanpa izin di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow,” tutur Edi sambil menambahkan proses evakuasi ikut melibatkan tim Rescue dari PT JRBM anak usaha dari PSAB.
Edi mengaku prihatin, dengan sepak terjang oknum pengusaha tambang. Diduga para oknum pengusaha PETI yang menjadi pemicu warga untuk datang menambang area yang masuk di wilayah konsesi perusahaan.
Sejak tahun 2016-2018, JRBM melaporkan aktivitas tambang ilegal kepada pemerintah dan aparat penegak hukum. Malah awal awal tahun 2019 sudah dilaporkan.
“Sudah beberapa kali penertiban penambangan tanpa izin, namun penambang tanpa izin kembali melakukan aktivitas penambangan pasca operasi penertiban tersebut,” tandasnya.
Edi juga mengungkapkan para penambang PETI menggunakan bahan kimia berbahaya seperti sianida dan merkuri. Limbah hasil penggunaan bahan kimia berbahaya tidak dikelola secara baik, sehingga mencemari lingkungan. Selain bahaya limbah, ancaman longsor setiap saat bisa terjadi.
“Kejadian Selasa malam bukan yang pertama, pada tanggal 4 Juni 2018 juga terjadi longsor dan 5 orang penambang tanpa izin meninggal dunia,” tandasnya.
Supaya dampak-dampak negatif ini tidak terulang kembali, Edi meminta pemerintah supaya mengambil sikap tegas untuk menertibkan penambang tanpa izin tersebut.
Pada Agustus 2018 silam, Polisi resmi menyatakan bahwa kawasan penambangan tanpa izin di Bakan telah ditutup, tetapi ternyata masih ada aktivitas penambangan bahkan dalam jumlah besar.
“Pemerintah harus tegas untuk menertiban penambangan tanpa izin karena dampak terhadap keselamatan dan lingkungan sangat besar,” kata Edi.
Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw telah memutuskan untuk menindaki secara tegas operasi PETI Bakan. Sumber malapetaka itu akan ditertibkan. Karena menyangkut juga hajat hidup orang. Saat ini juga, Pemprov telah melakukan evaluasi untuk tindakan tegas yang bakal diambil dalam waktu dekat.
“Jadi pak gubernur sedang memformulasikan jalan keluar terhadap penertiban PETI Bakan. Itu harus dilakukan sesuai regulasi dan menjamin kesehatan dan keselamatan kerja. Yang pasti ada tindakan tegas untuk PETI Bakan ini. Bukan hanya PETI Bakan, tapi bagi PETI yang lain,” singkatnya saat dihubungi wartawan via WhatsApp kemarin Kamis (28/2).
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian dan SDA Pemprov Sulut Franky Manumpil mengatakan, PETI Bakan bakal ditutup. Menurutnya, sesuai regulasi tambang yang tidak memiliki izin harus ditutup. Dan ini yang akan dilakukan Pemprov untuk PETI Bakan dan PETI yang lain di Sulut.
“Sesuai aturan kan tambang ilegal harus ditutup. Dan ini yang akan kita lakukan untuk PETI Bakan. Sekarang ini kita sudah siapkan Satuan tugas (Satgas) untuk menindaki PETI Bakan. Dalam waktu dekat, inspektur tambang sudah akan lebih dulu turun untuk melakukan investigasi. Jika sudah ada hasil, maka Satgas akan ke lokasi untuk tindak lanjut. Yang pasti, sudah ada sanksi tegas untuk PETI ini,” tandasnya.
Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Ibrahim Tompo menegaskan polisi sudah berulang kali merazia dan menutup. Tapi, setelah ditertibkan, dalam waktu beberapa bulan penambang PETI balik lagi.
“Ia pertambangan itu sudah ditutup berulang kali, tapi kembali ke Pemda-nya masing-masing,” kata perwira menengah ini. (*/jeff)