MANADO – “Penguasa Dinasti Han, Leluhur Minahasa” Buku karya Welliam H Boseke, akan diseminarkan dan dibedah di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unsrat Manado pada Kamis (8/3/2018) Jam 09.00, di Ruang Sidang Dekan FIB, Gedung Baru Lantai 2. Setelah sebelumnya berhasil diseminarkan dan dibedah pada Senin (5/3/2018) di Kalbis Institute, Jakarta.
Buku yang menarik perhatian dari banyak kalangan ini telah memaksa penerbit, Pohon Cahaya Yogyakarta untuk menaikkan cetakan kedua Februari 2018. Sehingga seminar bedah bukunya banyak dinanti dan ditunggu-tunggu.
Penelitian linguistik Welliam Boseke selama 10 tahun di Tiongkok telah memberi referensi ilmiah bagi penelusuran leluhur Tou Minahasa dengan ditemuinya fakta-fakta kesesuaian kosakata bahasa Han dan bahasa yang dipakai orang Minahasa.
Dia sangat yakin dengan bukti dan fakta baru sejarah keturunan Leluhur Minahasa dengan juga menguraikan 3 sosok sentral yang selama ini dipahami oleh orang Minahasa yaitu “Toar – Lumimuut – Karema” yang menjadi tokoh dalam Legenda Minahasa selama ini.
![](http://www.lensasulut.com/wp-content/uploads/2018/03/Leluhur-225x300.jpg)
Menurut penulis, ketiga tokoh tersebut adalah Manusia Histori dan bukanlah Manusia Mitos sebagaimana dipahami selama ini. Dengan menggunakan pendekatan linguistik, penulis mendapatkan banyak kesamaan bahasa yang dipakai oleh orang Minahasa adalah berasal dari bahasa yang juga dipakai oleh bangsa Han di Tiongkok yang berbentuk mono sylable.
Ia pun mulai mencari tahu dan meneliti secara serius, mengumpulkan bukti-bukti tidak hanya di Minahasa tapi juga di China. Dengan menganalisis perbandingan bahasa dalam sejarah (historical comparative linguistic) serta dengan memahami cara membaca Pin Yin, Weliam mendapati begitu banyak kata penting dalam bahasa Minahasa yang ternyata merupakan serapan, bahkan sesungguhnya adalah bahasa Tiongkok.
Buku “Penguasa Dinasti Han, Leluhur Minahasa” karya Welliam H Boseke, penerbit Pohon Cahaya, Yogyakarta ISBN: 978-602-5474-41-5 Tahun: 2018, yang sudah dicetak kedua kalinya (Februari) Tebal: 320 halaman. bookpaper A5.
![](http://www.lensasulut.com/wp-content/uploads/2018/03/IMG-20180307-WA0021-300x225.jpg)
Dalam seminar dan bedah buku karya Welliam H. Boseke, di Kalbis Institute Jakarta, pada Senin (5/3/2018) menghadirkan co-host Kawanua Informal Meeting (KIM) Max Wilar, Mayjen TNI Ivan R Pelealu (Lemhannas), Benni E Matindas (Budayawan Minahasa) dan Prof Perry Rumengan (Dosen Unima) serta sang penulis sendiri.
Sementara Lily Widjaja (Peraih Golden Eagle Award, Tamkang University, Taiwan) bertindak sebagai moderator dan dihadiri jajaran Presidium Kawanua Katolik yang diketuai Stevi Rengkuan, Pastor Melky Toreh, Audy Wuisang (Sekjen PIKI), Laksdya (pur) Desi Mantiri, sejumlah tokoh dan intelektual Kawanua, mahasiswa Kalbis Institute dan dosen Dr. Joseph M.J. Renwarin.
Sekalipun banyak kebenaran yang diperoleh dan diakui dari buku karya Welliam Boseke, akan tetapi ada juga yang disanggah Budayawan Minahasa Benny Matindas, seperti penggunaan kata “Minahasa” yang dulunya lebih dikenal kata “Manado”. Hal itu terlihat dari surat surat yang dibuat imam OFM yang pernah masuk di Minahasa di masa lalu.
Menurut pendapat tokoh muda Ferdinand Dj Dumais, bahwa penelusuran leluhur Tou Minahasa tidak lagi bersumber dari legenda atau mitologi yang spekulatif tapi dengan basis ilmiah.
Hal itu searah dengan teori falsifikasi Karl Popper yang dipengaruhi pemikiran Albert Einstein dan mengatakan bahwa “teori tak dapat dipertahankan bila gagal dalam uji tertentu”.
Hal itu berbeda dengan pemikiran dogmatis yang hanya menguatkan teori yang sudah ada. Popper mengajukan teori falsifikasi yaitu menyalahkan teori yang sudah ada dengan pembuktian baru. Falsifikasi berasal dari kata false. “Falsify” artinya “menjadi salah”.
Teori-teori yang sudah ada bila ditemukan kesalahannya maka otomatis gugur sebagai teori ilmu pengetahuan. Falsifikasi adalah lawan dari verifikasi. Istilah verifikasi dipakai oleh mazhab Wina yaitu kaum neo-positivism yang memegang teguh metode induksi.
Popper mengatakan ilmu pengetahuan lahir dari sebuah dugaan (konjektur) penelitinya.
Dari sudut pandang itu, Ferdinand Dumais menaruh penghargaan kepada Welliam Boseke yang dipandang telah mampu membukukan korelasi tou Minahasa dengan Dinasti Han di Tiongkok dari sudut lingustik.
Dia sangat menghargai karya ilmiah Welliam Boseke yang dari sudut tertentu patut dipandang telah berhasil melakukan “falsifikasi” terhadap teori yang selama ini hinggap di benak Tou Minahasa.